Global Teleshop sempat kesulitan dalam mengelola ratusan toko mobile
device-nya yang tersebar di berbagai kota di Indonesia. Namun, kini tidak
lagi.
Bisa
dibayangkan betapa rumitnya mengelola ratusan gerai yang tersebar di berbagai
kota di Indonesia. Hal itu pernah dialami manajemen PT Global Teleshop (GT).
Betapa tidak, GT mesti mengelola 305 jaringan ritel toko gadget-nya yang
tersebar di 133 kota di 23 provinsi di Indonesia.
Kerumitan
akan dirasakan dalam hal bagaimana memantau pergerakan dan persediaan barang di
tiap gerai, bagaimana mengetahui kebutuhan suatu gerai terhadap jenis ponsel
tertentu, bagaimana mengetahui jumlah transaksi yang terjadi, bagaimana rantai
pasoknya, hingga bagaimana mengelola aset perusahaan dan kebutuhannya di tiap
gerai. Tentunya, cukup merepotkan ketika semuanya mesti dilakukan secara
manual. “Dulu, ketika jumlah outlet masih belasan, semuanya masih bisa
dikelola dan dikerjakan secara manual. Walaupun ada saja masalahnya, seperti
barang sering hilang atau duit tidak masuk,” ungkap Andreas Thamrin, Direktur
Operasional GT, mengenang. “Tetapi, ketika jumlah outlet sudah mencapai
ratusan, dan tersebar di berbagai kota, tidak mungkin lagi dikelola secara
manual. Jadi, perlu ditangani dengan sistem TI,” ia menambahkan.
Cikal
bakal Global Teleshop dimulai
tahun 1996 sebagai distributor produk telekomunikasi, di bawah bendera PT Cipta
Multi Usaha Perkasa. CMUP mulai masuk ke bisnis ritel toko mobile device pada
April 1997 ketika mengambil alih 11 gerai Satelindo Direct, milik PT Satelit
Palapa Indonesia (Satelindo). Tiga bulan kemudian brand Satelindo Direct
diganti menjadi GT.
Seiring
dengan pertumbuhan bisnis, hingga awal tahun 2000 jumlah gerai GT sudah
mencapai ratusan. Menurut Andreas, ketika jumlah gerai semakin banyak, mulai
dirasakan perlunya memiliki sistem TI yang bisa mendukung proses bisnis,
terutama untuk mengelola gerai-gerai tersebut.
Karena
itu, pada 2003 mulai dikembangkan sistem buatan sendiri (in-house
development), yang disebut Global Point of Sales (GPOS). Nah, untuk
mengembangkan GPOS butuh waktu dua tahun hingga bisa di-roll out ke
seluruh gerai pada 2005. Sebenarnya, GPOS tak lebih dari sistem point of
sales (POS), yang ditujukan untuk menangkap (capture) data penjualan
di gerai. Jadi, tidak ada hubungannya dengan sistem back office. “Aplikasi
GPOS ini lebih ke upaya meng-capture penjualan. Sementara pembayaran
dari supplier masih manual,”. “Jadi, yang ada adalah laporan penjualan,
tetapi tidak ada report pembelian, misalnya berapa utang ke supplier hari
ini.”
Ditambahkan
Irwan Gondawijaya, Kepala Divisi TI GT, fokus awal pengembangan TI di GT memang
lebih pada pengembangan sistem di setiap gerai dulu. Setelah itu jalan, mulai
dirasakan ada kesulitan dalam konsolidasi data.Maka, pada akhir 2006 mulai
dibangun sistem untuk di bagian belakangnya (back office), yang kemudian
disebut Global Information System (GIS). Untuk menghubungkan GPOS dan GIS
dibuatkan mekanisme text file di setiap gerai, lalu dikirim lewat file
transfer protocol. “GIS fungsinya lebih untuk konsolidasi data dari
masing-masing gerai.Untuk mengintegrasikannya kami gunakan sistem batching,”
kata Irwan.
Mengapa GT
fokus dulu pada pengembangan sistem di gerai? Menurut Irwan, karena gerai
inilah jantung bisnis GT. Bisa dibayangkan jika di gerai-gerai tidak ada sistem,
tak ada yang tahu berapa jumlah barang, apakah ada duit yang masuk atau tidak,
dan sebagainya. “Karenanya, dulu sering terjadi duit atau barang hilang, kami
tidak tahu ke mana,” katanya.Nah, dengan adanya GPOS, data di gerai bisa
dipantau, misalnya ketika konsumen datang membeli ponsel, lalu dibuat
kuitansinya, sehingga bisa terlihat uang yang masuk dan barang yang keluar.
Namun,
dalam perjalanannya, keberadaan kedua aplikasi tersebut dirasakan tidak mampu
lagi memenuhi kebutuhan. Selain banyak kerjaan yang terduplikasi, aplikasi
(GPOS) itu tidak bekerja secara real-time. Dulu, biasanya, pada malam
hari, para manajer gerai akan mengirim data ke kantor pusat dengan surat
elektronik. Esok harinya, di kantor pusat data itu dikonsolidasi. “Itu tidak
efisien,” kata Andreas. Lalu, manajemen GT pun memutuskan mencari sistem yang
mampu mengelola gerai secara terintegrasi.
Setelah melalui
beberapa pertimbangan dan seleksi, lalu diputuskan mengadopsi solusi
Pronto-Xi—solusi Enterprise Resources Planning (ERP) dari Pronto
Software yang berbasis di Australia.Salah satu kelebihan ERP Pronto adalah
sudah biasa mengelola bisnis ritel telekomunikasi. Adapun ERP lain sifatnya generic
retail. “Pronto memiliki track record yang cukup bagus dalam
mendukung proses bisnis di perusahaan ritel di luar negeri,” ungkap Andreas
“Kebetulan saya sudah mengenal dan memakainya ketika masih berbisnis ritel
telekomunikasi di Australia.”
Diklaim
Irwan, proses implementasi solusi Pronto-Xi tersebut berlangsung lancar dan
cepat. Hanya butuh waktu enam bulan hingga go live pada Maret 2010.
Proses implementasinya dibantu PT Pratesis, sebagai mitra Pronto di Indonesia.
Semua modul dalam paket ERP tersebut diambil, tetapi belum semua
digunakan.Modul yang sudah digunakan terutama untuk ritel dan distribusi,
seperti modul Purchasing, POS, Sales, Inventory, AR/AP, GL, dan Fixed Asset
Management.“Kami ambil paketnya, tetapi belum diadopsi semua modulnya.Misalnya,
aplikasi CRM dan BI,” Irwan mengakui.“Bertahap-lah, melihat kebutuhan dulu.”
Untuk
mendapatkan layanan solusi ERP tersebut, menurut Januar Chandra, Direktur
Keuangan GT, investasi yang dibenamkan perusahaannya cukup besar.Walaupun tidak
mau merinci besarannya, Januar menyebutkan investasinya di atas Rp 5
miliar.Investasi tersebut, antara lain, untuk membeli lisensi atas 400 user.“Prinsipnya,
investasi itu sepadan dengan manfaat yang kami peroleh,” Januar menegaskan.
“Kami bangga sebagai retailer telekomunikasi pertama di Indonesia yang
menerapkan ERP secara end-to-end dan real-time,” Andreas
menambahkan.
Kebanggaan
Andreas itu mengacu pada proses kerja di seluruh jaringan gerai dan kantor
pusat GT yang sudah terintegrasi dari hulu ke hilir. Misalnya, mulai dari
proses pembuatan purchase order, lalu kirim invoice, cukup
dilakukan dengan solusi tersebut. Ketika barang datang diterima langsung di
gudang. Bagian gudang akan langsung meng-input, bahwa barang sudah
diterima. Datanya itu akan masuk ke pembukuan sehingga menjadi tagihan.
Lalu, barang
itu didistribusikan ke gerai-gerai.Misalnya, dikirim ke GT Padjajaran, Bandung,
10 unit BlackBerry Dacota, dengan nomor IMEI sekian. Di gerai tersebut, unit smartphone
Dacota itu akan diidentifikasi dengan sistem secara real-time.
Begitu juga,
ketika ada pembeli, karyawan GT di suatu gerai cukup memasukkan data mengenai
jenis barang, harga, tanggal penjualan, dan sebagainya. Setelah di-input,
data penjualan itu akan terkirim ke kantor pusat saat itu juga. Ketika barang
itu terjual, di pembukuan akan tercatat sebagai pemasukan. Dengan begitu, at
the end of the day, semua data direkonsiliasi untuk dikirim ke pusat.“Itu
yang membuat kami bangga. Semua proses bisnis di GT dari ujung ke ujung sudah
terintegrasi, mulai dari pesan barang, jual barang, terima uang, hingga reporting,”
Andreas menegaskan. “Itu semua mampu mengurangi proses manual dengan sangat
signifikan, sehingga menjadi sangat efisien dan efektif.”
Ditambahkan
Irwan, karena sistemnya sudah online, ketika terjadi transaksi di suatu
gerai, kantor pusat pun akan langsung tahu. Bahkan, termasuk cara pembayarannya
pakai apa (tunai atau kredit) bisa diketahui. Begitu pula, bisa diketahui
posisi stok barang di setiap gerai, berapa banyak yang terjual, sehingga dapat
memprediksi berapa banyak yang harus dibeli dan kapan pengadaan
barangnya.“Jadi, supply chain-nya lebih teratur, lebih terkontrol.Selain
itu, kami juga bisa mengontrol distribusi barang,” ucap Irwan.
Misalnya,
sebuah gerai membutuhkan barang, maka akan datang permintaan ke bagian
logistik. Ketika bagian logistik bilang oke, ia pun tidak perlu
menginformasikannya ke gerai. Sebab, orang di gerai cukup melihat di sistem:
iaakan tahu bagian logistik akan mengirim berapa banyak. Tentu saja, bukan
hanya gerai pemesan yang bisa melihat transaksi itu, tetapi kantor pusat GT pun
bisa mengetahui pergerakan semua barang dari bagian logistik ke semua gerai dan
sebaliknya, ataupun yang terjadi antargerai.
Supaya antara
gerai-gerai dan kantor pusat bisa saling terhubung dan terintegrasi, di setiap
gerai GT tersedia perangkat PC, koneksi Internet dan fasilitas EDC untuk
pembayaran non-cash. Untuk koneksi Internet antargerai, jaringan yang
digunakannya cukup beragam, tergantung pada lokasinya.Ada yang memakai Speedy,
fiber optik untuk kawasan SCBD, CBN untuk beberapa mal (seperti Mal Taman
Anggrek), dan ada juga yang memakai Biznet.
Adapun kantor
pusat GT menggunakan layanan FO dari FirstMedia dengan kecepatan koneksi 3 Mbps
dan sudah redundant. Maklum, layanan online real-time ini tidak
boleh down.
Baik Andreas,
Januar, maupun Irwan mengakui banyak manfaat yang mereka peroleh setelah
menggunakan solusi terintegrasi end-to-end tersebut. Klaim mereka
diamini beberapa manajer gerai.
Retyo Sri
Hudara, Asisten Manajer Ritel GT Area Jabodetabek-2, mengaku juga merasakan
perubahan signifikan setelah diadopsinya solusi baru di GT. Terutama, sistem
kerja yang online dan real-time.Dengan begitu, masing-masing person-in-charge
atau penanggung jawab di gerai dapat melihat posisi stok yang mereka
miliki, dan dengan mudah bisa melakukan transfer stok bila ada pelanggan yang
mencari barang yang tidak dimiliki gerai tersebut.Permintaan barang pun dapat
dilihat dengan membandingkan stok yang ada.
Ditambahkan
Ria Komalaratih, Head of Blackberry Lifestyle Store Mal Kelapa Gading,
karena GT sudah menerapkan sistem POS secara real-time, dengan
sendirinya turnover stok berbanding penjualan bisa dibilang sangat
sehat.
“Ke depan,
perlu didongkrak lagi kinerja Internet service provider sehingga loading-nya
tidak lama,” ujar Retyo menyarankan. “Untuk pengembangan sistem ini mungkin
perlu diaplikasikan modul CRM di gerai dalam waktu dekat ini,” Ria menambahkan.
Menanggapi
hal itu, baik Andreas maupun Januar berjanji akan terus mengembangkan sistem TI
di GT. “Tahun depan, kami memang akan implementasi aplikasi CRM dan BI,” ujar
Andreas. “Kami akan terus melakukan pengembangan TI, namun secara bertahap
sesuai dengan kebutuhan bisnis,” Januar menambahkan.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sekilas
Profil Terkini Global Teleshop
Global
Teleshop adalah merek korporat PT Cipta Multi Usaha Perkasa (CMUP), perusahaan
di bidang distribusi ponsel di Indonesia.CMUP mulai masuk ke bisnis ritel mobile
devices ketika mengakuisisi 11 gerai Satelindo Direct, Juni 1997.Lalu, brand
Satelindo Direct diganti menjadi Global Teleshop.
Saat ini
jaringan ritel GT telah mencapai 305 gerai yang tersebar di 133 kota di 23
provinsi di Indonesia. Pada 2009 GT memperkenalkan gerai dengan konsep dan
desain baru, yang mengadaptasi konsep modern, simplicity, customer oriented,
dan total experience.
Pada Januari
2010, GT melakukan langkah strategis: mereposisi gerai, yaitu sebagai gerai
multimerek (sebelumnya hanya merek Nokia). Dari sini, GT memperoleh kepercayaan
untuk mengelola 20 gerai LG Mobile Showroom & Service Centre. Selain itu,
GT juga dipercaya mengelola Samsung Store, Nokia Store, bahkan menjadi
satu-satunya jaringan ritel mobile devices yang dipercaya sebagai
pemegang lisensi Apple Premium Reseller, dengan 20 gerai Apple Store. Research
In Motion (RIM) pun akhirnya memercayakan gerai pertama mereka di Indonesia
kepada GT, dengan dibukanya Blackberry Lifestyle Store pertama di Mal Kelapa
Gading 3.
Permasalahan Yang Timbul Pada Global Teleshop:
|
1 Kerumitan dirasakan
dalam hal bagaimana memantau pergerakan dan persediaan barang di tiap gerai,
bagaimana mengetahui kebutuhan suatu gerai terhadap jenis ponsel tertentu,
bagaimana mengetahui jumlah transaksi yang terjadi, bagaimana rantai pasoknya,
hingga bagaimana mengelola aset perusahaan dan kebutuhannya di tiap gerai.
Tentunya, cukup merepotkan ketika semuanya mesti dilakukan secara manual.
2. Ketika
jumlah outlet
sudah mencapai ratusan, dan tersebar di berbagai kota, tidak
mungkin lagi dikelola secara manual. Jadi, perlu ditangani dengan sistem TI,”
ia menambahkan.
3. Bisa dibayangkan jika di gerai-gerai tidak
ada sistem, tak ada yang tahu berapa jumlah barang, apakah ada duit yang masuk
atau tidak, dan sebagainya. “Karenanya, dulu sering terjadi duit atau barang
hilang, kami tidak tahu ke mana,”
4. Namun, dalam perjalanannya, keberadaan
kedua aplikasi tersebut dirasakan tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan. Selain
banyak kerjaan yang terduplikasi, aplikasi (GPOS) itu tidak bekerja secara real-time.
Dulu, biasanya, pada malam hari, para manajer gerai akan mengirim data ke
kantor pusat dengan surat elektronik. Esok harinya, di kantor pusat data itu
dikonsolidasi.
5. Global Teleshop sempat kesulitan dalam
mengelola ratusan toko mobile device-nya yang tersebar di berbagai kota
di Indonesia.
Hubungan Antara Tujuan dan
Aktifitas SI/TI :
|
Tujuan dan aktivitas SI/TI pada Global Teleshop berjalan secara selaras.
Karena tujuan utama dari Global Teleshop adalah meghubungkan seluruh gerainya
yang tersebardi seluruh Indonesia, maka dengan penggunaan SI/TI Global Teleshop
yang bernama GPOS yang diproduksi secara inhouse oleh tim IT dari Global
Teleshop maka semua gerai Global Teleshop yang tersebar di seluruh Indonesia
dapat terkoneksi.
Dengan adanya aplikasi GPOS pada Global Teleshop, maka semua penjualan
dapat di capture dan dapat dilaporkan secara otomatis ke pusat. Setelah
penerapan GPOS yang dikhususkan untuk gerai, pada tahun 2006 Global Teleshop
mengembangkan suatu aplikasi lagi yang bernama Global Information System (GIS)
yang difokuskan untuk bagian belakangnya (Back
Office).
Untuk menghubungkan GPOS dan GIS dibuatkan
mekanisme text file di setiap gerai, lalu dikirim lewat file transfer protocol.
GIS berfungsi lebih untuk konsolidasi data dari masing-masing gerai.Untuk
mengintegrasikannya kami gunakan sistem batching.
Selain mengembangkan dan mengimplementasikan kedua aplikasi tersebut
(GPOS dan GIS), Global Teleshop juga mengadopsi solusi Pronto-Xi—solusi
Enterprise Resources Planning (ERP) dari Pronto Software yang berbasis di
Australia. Salah satu kelebihan ERP Pronto adalah sudah biasa mengelola bisnis
ritel telekomunikasi.
Jadi hubungan antara TI/SI yang digunakan oleh Global Telshop dengan
tujuan yang ingin dicapai oleh Global Teleshop sudah selaras dan tidak dapat
dipisahkan lagi antara keduanya.
Dengan adanya investasi SI/TI,
apakah investasi tersebut kembali :
|
Direktur Keuangan GT, investasi yang dibenamkan perusahaannya
cukup besar. Walaupun tidak mau merinci besarannya, Mereka menyebutkan
investasinya di atas sebesar Rp
5 miliar. Investasi tersebut, antara lain, untuk membeli lisensi atas 400 user.
Investasi
itu sepadan dengan manfaat yang Mereka Peroleh.
“Kami bangga sebagai retailer telekomunikasi pertama di Indonesia yang
menerapkan ERP secara end-to-end dan real-time,” Andreas
menambahkan.
SI/TI organisasi apakah lebih baik dibanding pesaing :
|
Dengan adanya SI/TI pada Global Teleshop.Seperti GPOS dan GIS (Global
Information System) maka dapat dipastikan SI/TI pada Global Teleshop lebih baik
apabila dibandingkan dengan organisasi sejenis yang tidak menggunakan TI/SI
pada organisasinya.
Manfaat SI/TI yang di dapatkan
adalah :
|
·
Pengaturan
pembelian stok jauh lebih mudah.
·
Pengalokasian
juga lebih mudah karena tahu persis kebutuhan gerai.
·
Pengaturan
dan monitor distribusi barang lebih mudah.
·
Gerai
GT bisa tahu jumlah dan jenis barang yang akan dikirim ke mereka.
·
Transaksi
yang tercatat di sistem gerai terdata di sistem kantor pusat GT.
·
Kehilangan
barang atau uang bisa dihindarkan.
·
Data
transaksi bersifat real-time, sehingga pelaporan jauh lebih cepat.
·
Di
level manajemen, proses pembuatan keputusan jadi lebih mudah dan cepat.
Bagaimana memahami kinerja sebelumnya untuk optimalisasi
organisasi?
|
untuk dapat memahami kinerja sebelumnya dalam suatu organisasi guna
optimalisasi organisasi adalah mengidentifikasi apa saja masalah yang terjadi
di dalam organisasi itu sendiri. Dengan proses pengidentifikasian permasalahan,
maka akan didapati celah-celah yang butuh untuk dioptimalkan dan diperbaiki.
Sehingga organisasi akan dapat menggapai keunggulan kompetitifnya.
Apakah implementasi SI/TI bisa sejalan dengan strategi
bisnis ?
|
Implementasi SI/TI pada Global Teleshop
dapat berjalan sesuai dengan strategi bisnis yang diterapkan oleh Global
Teleshop.Karena hampir semua aplikasi SI/TI yang digunakan oleh Global Teleshop
diproduksi secara inhouse oleh Tim IT dari Global Teleshop sendiri.Sehingga
dapat dipastikan telah sesuai dengan strategi bisnis yang dilakukan oleh Global
Teleshop.
0 komentar:
Posting Komentar